Ke Pedalaman: Berbagi Buku, Berbagi Cerita
*Y Thendra BP
Suara anak-anak, bujang, dan gadis nan jolong gadang memenuhi ruang balai adat lantai dua. Puluhan jumlahnya. Dinding beton jadi lembut. Angin dan cahaya petang berebut masuk lewat jendela kaca yang terbuka.
Mereka duduk di lantai dengan tingkah polanya masing-masing, menunggu saya dan Lindo akan melakukan sesuatu di hadapan mereka. Owai... kami jadi kayak tukang sulap keliling saja :D
Bu Desi, pengasuh rumah baca Negeri Awan, memberi kata sambutan. Lindo membuka tasnya, mengeluarkan laptop dan perangkat menonton. Dan saya memotret dengan kamera android.
Teh hangat dan kue-kue berdatangan ke meja di depan ruangan.
Sepetak kecil dinding mengeluarkan cahaya dari proyektor. Dua film pendek tentang manusia dan binatang berdurasi kurang dari 5 menit diputar. Semua mata dalam ruangan tertuju ke sana.
Film pendek itu berakhir. Tepuk tangan. Lindo berdiri dan bertanya kepada yang menonton tentang film itu.
Seorang gadis berbaju silek menjawab dengan antusias.
Lindo menerangkan film itu, tentang pentingnya berbagi.
"Kami datang dari Muaro untuk berbagi, membawa buku sumbangan dari daerah lain di Indonesia buat adik-adik di sini. Jadi, buku ini bukan dari Muaro. Ada yang pernah ke Muaro?"
Hanya beberapa anak yang menunjuk tangan. Tidak semua pernah ke Muaro, ibukota kabupaten Sijunjung, lebih kurang dua jam ditempuh dengan motor dari kampung mereka. Kota kecil tanpa lampu merah, tanpa toko buku yang representatif, dan lamban seperti keong racun.
*Penyair dan Jurnalis Independen
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi