Ke Pedalaman: Berbagi Buku, Berbagi Cerita

*Y Thendra BP

Sabtu, 21 Oktober 2017 | Opini
Ke Pedalaman: Berbagi Buku, Berbagi Cerita
Y Thendra BP - Penyair dan Jurnalis Independen

Bujang dan gadis nan jolong gadang memainkan bungo silek di bawah langit petang, menyambut saya dan Lindo Karsyah (Komunitas Rumah Bata) di halaman balai adat saat bertandang ke rumah baca Negeri Awan, Nagari Silantai, Jumat (20/10/17).

Selepas bungo silek dikembangkan, para pandeka mudo itu mempersilakan kami naik ke balai adat di lantai dua yang terbuat dari beton. Sementara di sekitarnya masih bertahan beberapa rumah kayu dalam kemiringan--arsitektur masa lalu yang akan runtuh.

Anak-anak, bujang, dan gadis nan jolong gadang berebut naik tangga ke lantai dua balai adat. Sambil menunggu giliran, saya cek sinyal provider di android buatan Cina milik saya. Hum... masih E!

Meskipun nagari tua ini pernah menjadi salah satu kawasan perdagangan Minangkabau jaman saisuak yang diperhitungkan, khususnya perdagangan emas dan kain, sebagaimana tercatat sekilas dalam buku "Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Padri: Minangkabau 1784 -- 1847" (Komunitas Bambu, 2008) karya Christine Dobbin, akan tetapi pusaran angin kini membuatnya jadi pedalaman.

Sejak Indonesia merdeka, peradaban masuk ke nagari tua ini diangsur-angsur dengan lambat. Sebelum 1990-an, orang berjalan kaki semalaman untuk sampai ke kota kecamatan Sumpur Kudus, Kumanis, melalui jalan tanah melewati nagari yang bernasib sama seperti Sumpur Kudus dan Tamparungo, di sela dengan rimba sansai dan jejak gerilya PDRI. Sedangkan jalur sungai (Batang Sumpur) sudah diasak ke jalan aspal.

Padahal jalur sungai pernah membuat daerah-daerah (beberapa kini jadi pedalaman) di Minangkabau memiliki peradaban maju, terhubung ke pantai timur Sumatra, berlayar ke negeri-negeri jauh.

Sesungguhnya negeri rayuan pulau kelapa yang bernama Indonesia ini adalah negeri seribu sungai, sungai yang memberi nama dan kisah pada setiap kampung yang tumbuh di tepiannya. Namun mengapa kini begitu banyak sungai jadi pesakitan, kurus dan kumal, terseok-seok mengalirkan sampah ke muara?

Listrik negara baru masuk pada tahun 2000-an ke nagari tua ini.

"Naik ke atas, Pak!" ajak seorang anak.

Saya tersenyum dan mengangguk kepadanya.

Ah, sudah berumur saya rupanya, batin saya sambil mengusap-usap janggut.

Halaman:

*Penyair dan Jurnalis Independen

IKLAN COKLIT DPT PILKADA SERENTAK 2024 SUMATERA BARAT
Bagikan:
Hamriadi S.Sos ST

Putra Daerah di Pusaran Pilkada Bukittinggi

Opini - 16 Juli 2024

Oleh: Hamriadi S.Sos ST

Dosen FISIP Unand.

UKT Mahal, Tak Usah Kuliah

Opini - 20 Mei 2024

Oleh: Dr Emeraldy Chatra

Ramdalel Bagindo Ibrahim

Mengobati Luka Galodo dengan Hati dan Kelola Pikir

Opini - 17 Mei 2024

Oleh: Ramdalel Bagindo Ibrahim