Budaya Literasi Sekolah

*Swesti Amelia

Sabtu, 23 Juli 2016 | Opini
Budaya Literasi Sekolah
Swesti Amelia - Guru SDN 20 Kampung Baru, Batusangkar

Budaya membaca dikalangan generasi muda sangatlah diperlukan, terutama dalam dunia pendidikan. Peserta didik diharuskan mampu membaca serta paham akan apa yang dibacanya. Kurangnya minat baca peserta didik tentunya akan berdampak negatif terhadap hasil belajaranya.

Bagaimana tidak, karena untuk bisa paham suatu materi pelajaran salah satunya dengan membaca. Kemampuan Literasi yang baik akan membantu peserta didik dalam memahami teks lisan, tulisan, gambar/visual. Oleh karena itu pengembangan literasi peserta didik harus dilakukan secara terpadu antar kegiatan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.

Sulzby (1986) menjelaskan, Literasi adalah kemampuan berbahasa seseorang (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) untuk berkomunikasi dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Selanjutnya Sulzby juga menyatakan Literasi secara sempit, yaitu Literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis.

Budaya Literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang apada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.

Salah satu program dalam perkuliahan School of Master Teacher (SMT) Sekolah Guru Indonesia - Dompet Dhuafa adalah "Kelasku Istanaku" yang berisi materi tentang budaya Literasi Sekolah. Guru sebagai pendidik dituntun menciptakan ruang baca menarik, agar volume kunjungan peserta didik ke perpustakaan mengalami peningkatan, tentunya akan tertarik untuk membaca buku-buku yang ada, baik buku pelajaran maupun buku fiksi atau non fiksi.

Dalam lingkup kecil, guru dituntut kreatif dan inovatif menciptakan "sudut baca kelas", yang ada di tiap kelas. Peserta didik dapat membaca buku dengan lebih mudah, bahkan dalam proses pembelajaran bisa memanfaatkan sudut baca kelas tanpa harus mengunjungi perpustakaan.

Seiring dengan hal di atas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS), yang melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang Pendidikan, mulai dari tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Orang tua dan Lingkungan juga menjadi salah satu unsur penting dalam pengembangan GLS ini.

Kemampuan Literasi ini bukan hanya kemampuan membaca dan menulis saja, namun mencakup keterampilan berpikir, menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak,visual, digital dan auditori, yang pada abad-21 ini disebut dengan Litersi Informasi.

Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan komponen Literasi Informasi meliputi 5 komponen yaitu literasi dasar (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dan menghitung), literasi perpustakaan, literasi media ( media cetak, elektronik), literasi tekhnologi dan literasi visual.

Tingginya minat siswa terhadap budaya baca, akan dapat menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem Literasi Sekolah yang diwujudkan dalam GLS agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. (*)

*Guru SDN 20 Kampung Baru, Batusangkar

Bagikan:
Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Kesenjangan Pelayanan Kanker: Tantangan dan Harapan

Opini - 01 Mei 2024

Oleh: Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Muhammad Fadli.
Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita

Opini - 08 Maret 2024

Oleh: Dr Hary Efendi Iskandar

Dr. Hary Efendi Iskandar

Benarkah Gerakan Kampus Partisan

Opini - 27 Februari 2024

Oleh: Dr. Hary Efendi Iskandar

Nadia Maharani.

Kejahatan Berbahasa di Dirty Vote

Opini - 13 Februari 2024

Oleh: Nadia Maharani