1000 Minang Mart, Inilah Yang Ditunggu-Tunggu

*Mochtar Naim

Minggu, 22 Mei 2016 | Opini
1000 Minang Mart, Inilah Yang Ditunggu-Tunggu
Mochtar Naim - Sosiolog

Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno pada awal masa kerja keduanya ini, akhirnya tampil dengan sebuah gagasan rencana kerja yang sangat menjanjikan. Gagasan ini terasa sangat tepat karena telah didahului oleh usaha melarang masuknya mart-mart seperti Indomart dan Alfamart masuk ke Sumbar yang sifatnya kapitalistik dan membunuh usaha-usaha mini bisnis ritel pewarungan kerakyatan di seluruh Indonesia.

Apalagi dalam upaya melaksanakan usaha mini bisnis ritel berbasis kerakyatan ini dikaitkan pula dengan upaya kerjasama dengan Bank Nagari sebagai pemasok dana permodalan. Syukur-syukur, dan memang diharapkan, kalau juga diikuti oleh bank-bank lainnya, khususnya bank-bank syariah, baik bank-bank syariah negara maupun swasta.

Ada bagusnya kalau Minang Mart yang mau dikembangkan itu, sifatnya menyeluruh, tidak hanya tersebar di kota-kota tetapi juga di setiap Nagari di Sumbar. Minimal ada satu Minang Mart di setiap Nagari, yang kapasitasnya disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan konsumptif di Nagari itu.

Bukan mustahil, bahkan, kalau ide 1000 Minang Mart dengan nama yang bisa berbagai ini juga berkembang ke rantau manapun yang banyak dimasuki oleh para perantau Minang, baik di Indonesia ini maupun di Kawasan Nusantara lainnya, termasuk Malaysia, Brunai, Sabah, dsb.

Yang diperlukan tidak lain adalah "4K": Kemauan, Kerja keras, Kejujuran dan Kerjasama antara sesama, serta bimbingan yang kuat dari Pemda sendiri. Seperti yang telah disampaikan oleh Gubernur Irwan akan komitmen dari Pemda Sumbar untuk menjadikan bisnis ritel pewarungan dengan nama Minang Mart ini sebagai pertaruhan akan keberhasilan maupun kegagalan dari Pemda Sumbar ke masa depan, begitupun mestinya rakyat Sumbar sendiri, baik yang di ranah maupun yang di rantau di mana saja di dunia ini.

Kita sudah lihat sendiri bagaimana kerjasama antara pemerintah dan rakyatnya, baik yang di ranah maupun di rantau, dari ketiga raksasa Dunia Kuning: Jepang, Korea dan Cina, sekarang ini mampu merebut dunia bisnis dan industri di seluruh dunia. Semua itu dimulai tidak lain dari "4 K" itu: Kemauan, Kerja keras, Kejujuran dan Kerjasama.

Kemauan, Kerja keras, Kejujuran dan Kerja sama inilah yang perlu kita kembangkan di bumi bertuah Minangkabau ini, yang dahulu pernah kita sanjung-sanjung karena memiliki unsur-unsur budaya yang kita perlukan itu, tetapi yang sekarang telah meluncur habis sampai ke tingkat ketiga dari bawah dalam ukuran keberhasilan di Indonesia dan Nusantara ini.

Munculnya ide mau menciptakan Sumbar menjadi DIM (Derah Istimewa Minangkabau) tujuannya tidak lain adalah itu; tidak hanya sekadar memasukkan ideologi ABS-SBK ke dalam program pembangunan Pemda Sumbar, tetapi sekaligus sebagai kekuatan hukumnya dengan menjadikan Pemda Sumbar ini menjadi Provinsi DIM itu, seperti halnya dengan ke empat provinsi lainnya yang sudah menjadi Daerah Istimewa itu, yaitu Aceh, Yogya, Papua dan DKI Jakarta.

Kalau jadi, Sumbar akan menjadi yang ke lima dari 34 provinsi yang ada di NKRI ini. Dan peluang ini dibukakan oleh UUD1945 sendiri, khususnya Pasal 18 B. Tinggal kita memanfaatkan peluang yang dibukakan itu, justru untuk mengembalikan Sumbar dengan budaya Minangkabaunya yang sudah terperosok jauh ini kembali kepada marwah dan nama baik yang pernah diembannya itu.

Dengan menjadikan Provinsi Sumbar menjadi Provinsi DIM itu, nilai budaya ABS-SBK itu tidak hanya sekadar disebut-sebut seperti selama ini tetapi benar-benar menjadi patokan hukum dengan kekuatan hukum, seperti halnya hukum dan perundang-undangan negara yang berlaku di ranah Minang sendiri. Artinya, adat dan agama Islam di bumi Minangkabau dijadikan sebagai sumber kekuatan hukum yang bisa menghitam-memutihkan di semua sisi kehidupan, baik di pemerintahan maupun di masyarakat sendiri.

Kembali ke ide penciptaan 1000 Minang Mart yang dilancarkan oleh Gubernur Irwan itu, pengalaman menyesakkan nafas dari usaha Koperasi Nagari di masa lalu yang manajemennya dikuasai dan dikendalikan oleh pejabat pemerintah di Kecamatan dan Nagari yang merupakan sumber KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), dihapus dan digantikan oleh manajeman koperasi yang bersih dan rasional, yang melulu dikendalikan oleh rakyat sendiri.

Halaman:

*Sosiolog

Bagikan:
Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Kesenjangan Pelayanan Kanker: Tantangan dan Harapan

Opini - 01 Mei 2024

Oleh: Dr. Rhandyka Rafli, Sp.Onk.Rad(K)

Muhammad Fadli.
Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita

Opini - 08 Maret 2024

Oleh: Dr Hary Efendi Iskandar

Dr. Hary Efendi Iskandar

Benarkah Gerakan Kampus Partisan

Opini - 27 Februari 2024

Oleh: Dr. Hary Efendi Iskandar

Nadia Maharani.

Kejahatan Berbahasa di Dirty Vote

Opini - 13 Februari 2024

Oleh: Nadia Maharani