Malin Kundang dan Hal-hal di Balik Kematian Kritik
*Muhammad Fadli
Sebagian dari penghargaan itu, ternyata tidak diberikan atas dasar penilaian yang intens di lapangan. Hanya sekadar adu dokumen dan self assesment (bahasa minangnya ota-pen) semata.
Klaim jadi lebih sempurna dengan berfotonya sang pemimpin dengan mengangkat piala atau piagam di tangannya.
Atau, sedang bersalaman dengan pejabat pemberi penghargaan itu.
Kebohongan kolaboratif lah namanya, apabila dokumen yang diikutsertakan untuk mendapatkan penghargaan itu hasil “olah” sana-sini.
Untuk pemimpin seperti ini, tidak ada jalan dalam rangka menyadarkannya kecuali kritisisme.
Sayang, jiwa kritis masyarakat hari ini menumpul karena sudah bebal dengan perangai pemimpin seperti itu.
Kritik tidak dapat hanya sekadar ditelan bersama air liur saja. Air liur tidak akan bikin keresahan larut lalu pergi ketika kita meludah.
Tidak! Kritk harus dirayakan dalam teriak, dalam tulisan, dalam lagu, dalam apa saja.
Selama kritik tidak ada. Klaim akan selalu merajalela.
Kenapa anak buah malinkundang turut jadi batu?
Karena tak ada satupun dari mereka melakukan upaya pencegahan atas kekurang ajaran malin kundang terhadap ibunya.
*Aktivis Kesenian
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir