Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita

*Dr Hary Efendi Iskandar

Jumat, 08 Maret 2024 | Opini
Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita
Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

KONFIGURASI politik nasional maupun lokal, didihebohkan dengan perbincangan tentang dinasti politik (dynasty politics) dan politik kelurga (family politics).

Walapun agak berbeda maknanya, namun pada dasarnya memiliki kesamaan pada aspek tujuannya, yaitu mengarahkan sumber daya kekuasaan yang dimiliki seseorang yang sedang berkuasa agar kekuasaan tersebut dapat diawariskan dan didistribusikan lebih luas kepala anggota keluarga.

Bisa kepada istri, anak, saudara dan seterusnya di lembaga eksekutif, legislatif maupun yang lainnya.

Praktik politik dinasti ataupun politik keluarga bermula di tubuh partai politik menjelang, terutama pada saat pemilihan umum sebagai mekanisme demokrasi untuk memilih seseorang untuk menduduki jabatan di lembaga legislatif dan eksekutif.

Dalam proses politik dan sistem pemilu yang semakin berbiaya tinggi serta prestise jabatan-jabatan politik kekuasaan yang semakin menjanjikan dari aspek ekonomi, status sosial, dan lain-lain, praktik politik ini sepertinya mendapat ruang politik yang semakin lebar.

Dari pada mendorong orang lain lebih baik memberikan kesempatan tersebut kepada anggota keluarga dibandingkan orang lain yang sama sekali tidak memiliki hubungan tali darah.

Dari pada mencalonkan orang lain dalam pemilu presiden, legislatif maupun kepala daerah, lebih baik mendorong anak, istri, menantu, ipar, besan dan lain-lain untuk berkontestasi untuk mengisi pos-pos jabatan politik tersebut.

Logika pikiran politik semacam ini perlahan sepertinya munguat dari pemilu ke pemilu dalam imajinasi para pemegang kekuasaan di negeri ini.

Di Sumatera Barat, praktik politik seperti ini telah muncul sejak Pemilu 2009 dan terus mengalami perkembangan pada pemilu dan pemilihan kepala daerah di Sumatera Barat pada periode berikutnya.

Dalam praktiknya, ada yang gagal dalam membangun jaringan politik keluarga dan ada pula yang berhasil. 

Contoh yang lebih awal terhadap kasus ini adalah adalah keterlibatan anggota “keluarga Tara” Pemilu legislatif pada pemilu 2009 dan 2014.

Halaman:

*Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

IKLAN NOMOR URUT PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMBAR PEMILIHAN 2024
Bagikan:
IKLAN CALON WALI KOTA DAN WAKIL WALI KOTA PADANG PEMILIHAN SERENTAK 2024
IKLAN TOLAK POLITIK UANG PEMILIHAN SERENTAK 2024 KPU SUMBAR
Erison A.W.

Dr Rasidin Diangkat jadi Wali Kota

Opini - 16 Agustus 2024

Oleh: Erison A.W.

Hamriadi S.Sos ST

Putra Daerah di Pusaran Pilkada Bukittinggi

Opini - 16 Juli 2024

Oleh: Hamriadi S.Sos ST

Dosen FISIP Unand.

UKT Mahal, Tak Usah Kuliah

Opini - 20 Mei 2024

Oleh: Dr Emeraldy Chatra