Kejahatan Berbahasa di Dirty Vote
*Nadia Maharani
Tentunya, untuk mengungkapkan fenomena benar atau tidaknya kejahatan berbahasa ini dibutuhkan setidaknya dua disiplin ilmu berbeda yaitu ilmu bahasa (linguistik) dan ilmu forensik (Coulthard et al., 2016).
Ilmu bahasa terkait dengan ekspresif manusia dalam berinteraksi sosial disebut dengan pragmatik, yaitu tindak tutur ekspresif. Kebebasan manusia menggunakan bahasa dalam berekspresi seharusnya memperhatikan kaidah, norma, atau etika yang berlaku dilingkungan di tempat bahasa tersebut digunakan.
Oleh karena itu, kajian linguistik perlu digabungkan dengan ilmu forensik, yang kemudian melahirkan disiplin baru yang disebut linguistik forensik.
Linguistik forensik merupakan kajian ilmiah tentang bahasa dan penggunaannya dalam konteks penegakan hukum (Olsson & Luchjenbroers, 2013).
Hugo Warami (2018) mengelompokkan linguistik forensik ke dalam beberapa elemen forensik, termasuk penghinaan, fitnah, bahasa kasar, makian, dan iklan palsu.
Warami mengadaptasi pandangan McMenamin (2002) bahwa elemen-elemen ini dapat diteliti dalam ranah linguistik forensik, terutama dalam konteks semantik, yang meliputi interpretasi kata, frasa, klausa, dan kalimat (McMenamin, 2002).
Linguistik forensik digunakan sebagai aplikasi linguistik dalam suatu bidang ilmu tertentu untuk praktik ilmu lainnya.
Seperti yang dijelaskan oleh Olsson & Luchjenbroers (2013), ranah ilmu ini merupakan hasil dari kolaborasi antara ilmu bahasa, kejahatan, dan hukum.
Ini mencakup bidang-bidang seperti penegakan hukum, yudikatif, peraturan, proses hukum, dan penanganan perselisihan yang dapat menunjukkan indikasi pelanggaran hukum atau kebutuhan akan tindakan hukum.
Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan sehari-hari, tidak mengherankan bahwa linguistik forensik menjadi disiplin ilmu interdisipliner yang relatif baru dalam bidang bahasa, hukum, dan kejahatan.
Ciri-ciri umum linguistik forensik dapat ditempatkan sejajar dengan praktik-praktik linguistik dan analisis wacana lainnya, diantaranya: (1) memiliki fokus forensik (hukum dan kriminal) dalam analisis linguistik, (2) digunakan sebagai pisau bedah untuk meretas keterkaitan antara ilmu bahasa, hukum, dan kriminalitas, (3) disebut sebagai studi bahasa dalam konteks teks hukum, (4) mengungkap aspek pragmatik dalam bahasa hukum, (5) mengidentifikasi tindakan kejahatan yang melibatkan bahasa, dan (6) berperan sebagai pilar rekonsiliasi antara pihak yang berlawanan dalam konteks hukum (Warami, 2018).
*Junior Writer JC Institute
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi