Kesalahpahaman terkait Politik Identitas
*Muhammad Syarif
"Tanpa moralitas agama, politik akan kehilangan arah dan terjebak dalam moralitas yang relatif dan etika yang situasional, ini adalah proyek besar sekularisme. Pernyataan pertama itu pun sampai ke telinga Bawaslu.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan pihaknya akan memberi teguran keras untuk partai yang mengedepankan politik identitas. "Wah itu, kami protes keras itu, kami akan tegur yang bersangkutan kalau ngomong seperti itu, kita punya keprihatinan bersama, kita punya concern bersama untuk tidak menggunakan politisasi identitas."
Ada banyak hal contoh politik identitas yang digunakan para pencapai misi mereka seperti (1) Berdasarkan catatan Sumanto Al Qurtuby dalam artikelnya (MAARIF, Vol. 13, No. 2, 2018, hlm. 51), politik agama di Indonesia sempat marak pada kisaran 1950-an. Saat itu, politik berbasis agama, etnis, hingga ideologi digunakan oleh masing-masing partai politik.
Kemudian pada sejarah politik agama yang terjadi di era Soeharto. Terdapat pengumuman tentang dua program yang mempolitisir agama di dalamnya. Di antaranya ada yang menggunakan kutipan ayat, dalil, wacana keagamaan, hingga berbagai simbol keagamaan lain.
(3) Partai PPP misalnya, kala itu mereka menggunakan lambang Ka'bah demi mendapatkan dukungan. Lebih dari itu, orang-orang yang tidak mendukung diklaim oleh mereka sebagai umat Islam yang kualitas keimanannya diragukan.
(4) Pada masa kepemimpinan Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, terjadi juga beberapa ujaran yang berusaha menjatuhkannya. Salah satu desis tersebut dilantukan bahwa perempuan tidak boleh memimpin negara. https://tirto.id/gAt4. Tentu banyak hal lain narasi yang bisa digunakan sebagai cara sebagian para politisi dalam mencapai tujuan mereka.
Hal ini tentu menjadi perhatian yang serius bagi KPU dan Bawaslu dalam menyikapi sehingga tetap menjaga keharmonisan dalam masyarakat. KPU dan Bawaslu perlu memikirkan cara dan teknis yang lebih tegas dalam mengantisipasi ini tejadi.
Sebagaimana Visi dari Komisi Pemilihan Umum adalah menjadi penyelenggara Pemilihan Umum yang mandiri, non-partisan, tidak memihak, transparan, dan profesional, berdasarkan asas-asas Pemilihan Umum dengan melibatkan rakyat seluas-luasnya, sehingga hasilnya dipercaya masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut tentu menjadi tugas KPU dalam menjadi penyelenggara pemilu yang professional dan tidak memihak pada suatu identitas tertentu sehingga terbentuk hasil yang dipercaya oleh masyarakat.
Ini tidak lepas dari visi misinya Bawaslu yang menjadi Lembaga Pengawas Pemilu yang Terpercaya. Dalam Meningkatkan kualitas produk hukum yang harmonis dan terintegrasi https://tirto.id/gvog.
Kesimpulannya adalah dalam menjaga keharmonisan pada persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan adalah tugas bersama baik pelaksana pemerintahan bahkan masyarakat dengan saling menjaga rasa, saling menghargai dan saling toleran antar sesame. Sehingga perbedaan pilihan tidak akan menjadi sebuah perpecahan antar sesama. (*)
*Bidang Riset dan Teknologi KNPI Sumbar
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi