Kesalahpahaman terkait Politik Identitas
*Muhammad Syarif
KESALAHPAHAMAN tentang Politik Identitas sedang ramai diperbincangkan. Perdebatan dikalangan elit politik menuai kontroversi dalam masyarakat. Tak jauh dari pembahasan Media cetak dan media online.
Apalagi pada masa awal perpolitikan 2024 di Indonesia yang sudah dimulai untuk menghadapi pesta demokrasi 2024. Perlu kiranya kita memberikan pemahaman makna sebenarnya dari Politik Indentitas.
Jika kita menarik makna dari kalimat 'Politik Identitas". Identitas merupakan sebuah pengenal, ciri-ciri, bahkan prinsip yang sama dari seseorang, kelompok, suku dan tempat tertentu. Ini menjadi tanda pengenal dalam mengetahui sesuatu hal.
Ketika sebuah identitas itu tidak ada, maka seseorang tidak bisa mengetahui dan mengenal suatu tersebut. Jika itu dimisalkan sebuah benda, maka benda itu tidak akan kita kenali tanpa ada ciri, khas, dan identitas benda tersebut. Identitas juga bisa di anonimkan dengan persamaan dan perbedaan dengan benda lain. Maka dengan identitas seseorang bisa saling mengenal satu sama lain.
Sedangkan, Politik memiliki makna yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena secara umum politik berkaitan langsung dengan kepemimpinan suatu wilayah atau Negara. Menurut ahli, Aristoteles, plato dan Budiardjo, politik merupakan suatu usaha atau cara yang dilakukan seseorang dalam mencapai tujuan.
Tentu dalam hal ini dimaksukkan kedalam hal yang tidak terlepas dari pencapaian sebuah jabatan. Dapat disimpulkan bahwa Politik identitas merupakan sebuah cara dan strategi yang dilakukan seseorang dalam mencapai sebuah jabatan pada suatu Negara.
Berdasarkan pandangan Hasyim Asyari yang menjelaskan, dalam UU 7/2017 tentang Pemilu diurai pada Pasal 280 ayat (1) terkait larangan menyampaikan materi kampanye berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Maksudnya adalah bahwa secara UUD republik ini terdiri atas berbagai suku, agama, ras, dan golongan yang dipeluk dan diyakini, tentu kebersamaan ini perlu dijaga sehingga Negara ini tetap damai dan tentram dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perlu adanya rasa saling menghargai dan toleransi antar sesama dalam menjalani keyakinan masing masing. Sehingga ketika adanya pesta demokrasi 2024 nanti tidak akan menjadi penyebab runtuhnya persatuan antar umat beragama, suku, dan golongan.
Disamping itu, ketika ada terjadi kampanye yang menggunakan Politik Identitas pada masa pemilihan wakil rakyat, kepala daerah dan bahkan Presiden nanti, tentu ini akan menjadi tugas berat bagi KPU dan Bawaslu dalam mengantisipasi ini terjadi.
KPU dan Bawaslu perlu menghindari bumerang perpecahan masyarakat ini akan terjadi. Sebagaimana contoh salah seorang dari partai yang akan ikut berkompetisi pada pesta demokrasi 2024 yang dikutip di https://news.detik.com/pemilu/d-6579919/partai-ummat-kami-politik-identitas-bikin-bawaslu-beri-protes-keras yang mengungkapkan bahwa tanpa unsur agama, politik akan kehilangan arah. Dia menilai memisahkan agama dengan politik adalah 'proyek sekularisme'.
*Bidang Riset dan Teknologi KNPI Sumbar
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir