Hari Hak untuk Tahu Milik Siapa?
*Adrian Tuswandi
28 SEPTEMBER ditasbihkan sebagai Hari Hak untuk Tahu se Dunia dikenal dengan Right to Know Day (RTKD), para penggiat keterbukaan informasi publik internasional memperingati hari tersebut, termasuk para komisioner Komisi Informasi seluruh Indonesia.
Hari Hak untuk Tahu begitu indah dibaca, akan lebih indah jika menjadi sesuatu keharusan. Sebenarnya RTKD itu milik siapa, penulis mengatakan hak itu adalah milik kita semua, jangan salah sebagai Hak Asasi Manusia yang diakui dunia internasional, telah membuat Hari Hak untuk Tahu menjadi momentum kalangan aktifis keterbukaan informasi berjuang melahirkan UU terkait keterbukaan informasi publik.
Perjuangan para penggiat keterbukaan itu lebih tujuh tahun lalu sangatlah berliku sampai akhirnya DPR RI dan Pemerintah mengesahkan UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan waktu efektif dua tahun setelah UU itu disahkan dan diundangkan.
Pada 2010, menyambut efektifnya UU, Pemerintah RI melahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Peraturan Pelaksana UU 14 Tahun 2008. Berdasarkan UU tersebut pula, dibentuk Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia dan menjadi kewajiban bagi pemerintah provinsi melahirkan Komisi Informasi di provinsinya masing-masing.
Kembali ke topik, Hari Hak untuk Tahu untuk siapa, berdasarkan konstitusi negara kita, informasi publik adalah hak setiap warga negara, artinya apa siapa saja penghuni bumi pertiwi ini berhak mendapatkan informasi publik selagi si warga negara itu, memiliki identitas yang diakui oleh negara ini.
Tapi waktu tujuh tahun pemberlakuan UU 14 Tahun 2008, masih saja banyak masyarakat tidak tahu apa itu dan bagaimana mekanisme memenuhi hak mereka atas informasi publik. Lalu, kondisi itu diperparah lagi lambatnya respon badan publik untuk menyamakan persepsi terkait keterbukaan informasi publik.
Seperti di Sumbar, Komisi Informasi baru terbentuk pada 4 September 2014, itu pun setelah berbagai kalangan NGO (Koalisi Masyarakat Sipil) mendesak pemerintah dan DPRD Sumbar untuk membentuk Komisi Informasi yang menjadi perintah wajib dibentuk oleh UU tersebut.
Setelah Komisi Informasi Sumbar terbentuk, faktanya 7 kasus sengketa informasi publik tuntas diputuskan oleh Majelis Komisioner Komisi Informasi Sumbar.
Dua dari tujuh diputus adjudikasi, satu sudah inkracht karena para pihak tidak mengajukan keberatan atau upaya hukum ke PTUN Padang, lima sengketa berhasil diputuskan di meja mediasi Komisi Informasi Sumbar.
Melihat kuantitas kasus sengketa, diakui Komisi Informasi Sumbar masih minim. Dari analisis para komisioner di KI Sumbar, ada beberapa penyebab rendahnya sengketa informasi publik, pertama publik (masyarakat) masih belum booming bersengketa informasi publik atau bisa juga badan publik di Sumbar telah siap menjalankan keterbukaan informasi, sehingga tak ada permohonan informasi publik yang tidak dilayani.
Dari sisi sosialisasi dan advokasi dengan berlandaskan kepada visi dan misi Komisi Informasi Publik, yang tidak menargetkan banyak kasus sengketa tapi membangun keterbukaan informasi publik di badan publik sebuah keharusan, bisa dikatakan sukses.
*Komisioner KI Sumbar
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir