Sinergitas Program Ketahanan Pangan di Desa
*Yosnofrizal STP Dt Maruhum
Dan boleh jadi model ketahanan pangan sejenis juga ada pada desa-desa lain di Indonesia mengikuti kearifan lokal atau local wisdom dan adat budaya dimana desa itu berada. Masyarakat suku Badui yang ada di Propinsi Banten misalnya. Mereka mendirikan Leuit, sama seperti Rangkiang di Minangkabau sebagai tempat penyimpanan padi.
Uniknya padi yang tersimpan tidak boleh dijual dan hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan persediaan menghadapi musim paceklik.
Kekuatan Desa dengan segala kearifan lokal yang telah terbentuk sebelum Indonesia ada itulah yang disadari para penyusun ketika Undang-Undang Desa di rancang. Karena itu, sebagai wujud Desa secara geneakologis adalah pembentuk Bangsa, Undang-Undang Desa memberikan kembali kewenangan kepada Desa dan masyarakatnya untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan potensi dan kearifan yang dipunyai. Kewenangan sesuai potensi, kebutuhan dan kearifan lokal itu yang kemudian disebut dengan kewenangan lokal berskala desa dan kewenangan berdasarkan asal-usul.
Namun pemerintah juga menyadari di tengah perubahan yang terjadi di desa dan selama puluhan tahun keberadaan desa dengan segala kekuatannya dikebiri menyebabkan ada sebagian dari potensi dan ketarifan lokal yang mulai hilang di tengah masyarakat desa. Apalagi selama puluhan tahun juga berlangsung penyedotan sumber daya manusia desa oleh kota.
Kini dengan kewenangan yang ada di Desa, pemerintah dan para pihak harus bekerja keras membalikkan keadaan agar Desa kembali tumbuh dan kuat dengan segala kondisi dan potensi yang dimiliki hari ini.
Dalam konteks ini maka Pemerintah masih menetapkan arah pembangunan Desa melalui kewenangan pemerintah dalam penyusunan regulasi terkait pelaksanaannya Undang-Undang Desa. Khusus terkait dengan program ketahanan pangan, Kementrian Desa -PDTT telah menerbitkan Kemendesa No 82 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Ketahanan Pangan di Desa.
Kepmendesa ini memberi arahan kepada Pemerintah Desa tentang berbagai jenis kegiatan ketahanan pangan yang dapat dilakukan di Desa.
Kemendesa ini merupakan turunan dari arahan Presiden yang dalam Perpres No 104 tentang Rincian APBN Tahun 2022 dimana dalamnya mengatur penggunaan Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai, penanganan Covid-19 dan mendorong ketahanan pangan di Desa.
Semua itu bertujuan untuk mengatasi dampak Covid-19 yang masih terasa oleh masyarakat hingga sekarang. Perpres ini juga diperkuat oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 190 Tahun 2021. PMK menentukan porsi yang harus dianggarkan oleh Dana Desa yakni BLT sebesar minimal 40 persen, penanganan Covid-19 sebesar 8 persen dan ketahanan pangan sebesar 20 persen.
Kementrian Desa-PDTT kemudian juga menjadikan program Ketahanan Pangan dan Hewani sebagai salah satu prioritas pembangun desa dalam Permendes No 7 Tahun 2021 tentang Prirotas Pengunaan Dana Desa. Inilah yang kemudian dipertegas lagi dalam Kepmendesa No 82 Tahun 2022.
Paling tidak, Kepmendesamenjelaskan ada beberap poin penting yang dapat dilakukan Desa dalam mewujudkan kegiatan ketahanan pangannya. Poin itu adalah mendorong desa menghasilkan komoditi pangan yang sesuai dengan potensi desa, membangun berbagai infrastruktur yang mendukung produksi pangan, menciptakan sistim ketahanan pangan yang bernama lumbung desa serta memperkuat kelembagaan ekonomi dan kelembagaan petani di desa sebagai sebagai sistim bisnis pangan yang tidak saja mendukung ketahanan pangan, tapi juga mensejahterakan petani dan masyarakat desa.
*Koordinator TPP P3MD Kabupaten Agam
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi