Narasumber Pers
*Wina Armada Sukardi
Sistem penyembunyian narasumber ini lazimnya dipakai dalam investigative reporting atau laporan penyelidikan. Guna membongkar suatu selimut yang membungkus suatu kasus, pers perlu bukti. Perlu fakta dan data. Itu ada pada narasumber.
Demi kepentingan publik, pers membutuhkan bukti itu. Hanya saja kalau narasumbernya disebut, mereka hampir pasti celaka. Maka tanggung jawab para narasumber diambil alih oleh pers dan identitas narasumbernya sendiri tak dimunculkan.
Dalam jurnalistik semua keterangan atau informasi dari narasumber pada prinsipnya sebelum disiarkan ke publik atau masyarakat, harus lebih dahulu diverifikasi "kesahihannya" Verifikasi dapat dilakukan dengan melakukan cek and rechek terhadap semua keterangan atau informasi yang didapat wartawan dari narasumber manapun.
Setelah itu pun, masih memerlukan keberimbangan. Artinya, keterangan atau informasi dari narasumber dalam penyajiannya perlu disandingkan dengan keterangan atau informasi dari narasumber lain. Ini disebut cover both side.
Kedua belah pihak, atau kedua sisi, yang terkait dengan berita, perlu diberikan kesempatan yang sama. Sekarang malah bukan lagi cover both side tapi sudah cover all side. Dengan kata lain, semua pihak yang terkait pemberitaan perlu diberikan kesempatan memberikan tanggapan.
Perbedaan sudut pandang dan kepentingan dapat saja membuat keterangan atau informasi dari para narasumber menjadi berbeda isinya. Hal itu dalam dunia pers, wajar, biasa. Pers tidak pernah menafikan adanya perbedaan.
Pers menghormati keragaman, kebhinekaan. Disinilah pers menjunjung tinggi demokrasi. Bagi pers perbedaan itu menjadi lahan pergumulan mencari kebenaran. Disini pers menganut asas "biarlah nanti publik atau masyarakat yang menilai mana dari semua yang benar dan dapat dipercaya."
Dalam dunia pers, darimana pun datang keterangan atau informasi harus didengarkan. Harus diperhatikan. Siapa tahun dapat menjadi potongan puzzle yang dibutuhkan, bahkan menjadi awal suatu kasus (penting).
Hanya saja, hal itu tidak bermakna otomatis semua keterangan atau informasi itu harus disiarkan atau ditayangkan pers. Terhadap semua keterangan dan informasi yang ada yang ditampung, pers harus lebih dahulu skeptis.
Maksudnya, terhadap semua keterangan dan informasi itu pers mesti lebih dahulu mempertanyakan kebenaran dari keterangan dan informasi itu. Apalagi kalau keterangan itu berasal dari pihak yang dapat mempunyai kepentingan yang berlainan dengan kepentingan publik.
Pernah ada kasus narasumber memberikan keterangan tangannya sampai dipahat. Dan pers hampir semuanya mengutip. Belakangan setelah diperiksa di Dewan Pers, peristiwanya tidak demikian halnya.
*Pakar hukum dan etika pers
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi