Narasumber Pers
*Wina Armada Sukardi
Bahkan pernah dalam sebuah sidang pengadilan terbuka, si terdakwa dalam bahasa daerah tertentu mengaku "tidak tahu, tidak tahu." Apapun yang ditanyakan kepadanya, dia menjawab konsisten, terus menerus mengatakan "tidak tahu."
Pembelanya menekankan si terdakwa ada kemungkinan sakit jiwa, sehingga patut dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Manakala dia pulang dari sidang pengadilan, dia ikut diantar mobil sang pembela. Hanya saja tidak sampai tujuan tempat tinggalnya, melainkan diturunkan di jalan.
Seorang wartawan, untuk membuktikan kebenaran keterangan yang diberikan terdakwa di pengadilan, membuntutinya. Rupanya si terdakwa dapat membedakan nomer bis kota dan jurusan mana (waktu itu di Jakarta masih banyak bus kota dengan nomer dan jurusan tertentu).
Ternyata, dari hasil penyelisikan atau penyelidikan wartawan ini, terdakwa sama sekali tidak mengalami gangguan jiwa. Dia dapat membedakan kenyataan sosial, termasuk nomer dan jurusan bus.
Di tempat tinggalnya yang sebagian besar suku yang sama dengannya dirinya, dia bahkan dapat berinteraksi sebagaimana manusia waras lainnya.
Jadi, semua keterangan dan informasi yang diterima, harus disikapi pers dengan skeptis. Banyak dari keterangan dan informasi tersebut yang kelas "sampah" dan lantaran itu tidak layak disiarkan. Tapi tak sedikit pula yang memiliki "nilai berita" sehingga memang layak diapungkan sebagai berita.
Di sinilah pers harus lebih dulu mengolah dan menyelisik semua keterangan dan informasi yang masuk dari narasumber. Belum tentu semua informasi atau keterangan dari narasumber benar. Sebaliknya belum tentu pula semua informasi dan keterangan dari seluruhnya salah. Makanya harus ada proses seleksi. Setelah disaring dan dipilah-pilah, barulah bahan-bahan itu "fit to print" alias layak disiarkan.
Posisi pers terhadap semua narasumber netral. Pers tidak membabi buta memaki pihak tertentu, tapi pers juga tidak menjilat-jilat pihak tertentu. Pers bukan hakim yang menentukan siapa benar dan siapa salah. Seluruh bahan yang disajikan pers diserahkan kepada publik untuk menilainya.
Kalaupun berpihak, satu-satunya keberpihakan pers adalah kepada kemanusiaan manusia. Pers membela kemanusiaan manusia. Siapapun narasumbernya, apapun jenis narasumbernya, apapun isi keterangan dari informasi dari narasumber, dan bagaimanapun perlakuan terhadap narasumber, bagi pers semuanya didedikasikan buat mengangkat harkat martabat kemanusiaan manusia. Buat kepentingan publik. (*)
*Pakar hukum dan etika pers
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi