NU dan Muadzin Ke(bangsa)an
*Defi Mulyadi
Pada 31 Januari 2021, Nahdatul Ulama (NU) berusia 95 tahun. Usia yang mendekati 1 abad sebagai organisasi yang meneguhkan perjuangannya terhadap keumatan dan kebangsaan.
Sejak zaman pra kemerdekaan sampai dengan digital, NU sudah memperlihatkan perannya sebagai organisasi sosial keagamaan dan komitmennya terhadap nasionalisme dan kebangsaan Indonesia.
Pada masa penjajahan, NU bersama dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan Islam lainnya seperti Serikat Dagang Islam dan Muhammadiyah secara terbuka menentang kolonialisme. NU antara lain mengeluarkan pernyataan yang menolak kerja rodi maupun milisi.
Selain itu, perjuangan para santri melawan kolonialisme tak lepas dari dorongan para kyai, perjuangan terhadap kebangsaan adalah sebagai jihad. Harun dan santri lainnya yang berasal dari Pesantren Tebu Ireng, misalnya, melawan penjajah dengan totalitasnya.
Tewasnya Brigjen AWS Mallaby, pimpinan NICA lewat bom mobil, usaha yang dilakukan oleh Harun. Peristiwa perjuangan yang juga menewaskan Harun dan beberapa santri, hari bersejarah ini sekarang diperingati sebagai hari Santri (22 Oktober).
Setelah kemerdekaan Indonesia, NU terus berkontribusi menjaga nilai-nilai kebangsaan. NU memilih jalan sebagai "Muazin Kebangsaan". Berada paling depan ketika ada organisasi, kelompok, dan ideologi yang berupaya merusak nilai-nilai kebangsaan.
Pergerakan organisasi yang berencana mengubah ideologi Pancasila atau mengubah sistem pemerintahan Indonesia. Sejak dulu NU telah teguh dan selesai dengan komitemennya terhadap kebangsaan.
Panggilan santri-santri NU terhadap umat Islam agar terus menjalankan nilai sosial keagamaan bagian dari tugas sesama untuk saling mengingatkan. Organisasi berperan besar mempertemukan berbagai pesan dan mengkonsolidasikan kebaikan agar bergerak cepat dan tepat.
Pesan panggilan pada Muazin dengan "cinta terhadap Tanah Air adalah ibadah". Kepedulian terhadap kemiskinan, keberagaman, dan toleransi merupakan nilai-nilai yang sudah melekat di santri NU. Dakwah Rasulullah di Yastrib (madinah) adalah contoh dan tauladan kebangsaan Muhammad mempertemukan perbedaan, menyatukan minoritas dengan mayoritas, dan menjadikan nilai-nilai kebangsaan dan negara untuk meletakan semua itu secara adil.
Di era digital ini santri-santri NU pun terus menjalankan dakwah kebangsaannya secara virtual. Perjuangan untuk menjaga NKRI dengan memerangi konten-konten yang menyesatkan, merusak keberagaman, dan menghancurkan persatuan.
Dari latar belakang apapun yang berbicara dan bersikap menjauhi nilai-nilai kebangsaan dan toleransi. Santri-santi tampil kedepan dengan mengingatkan untuk kembali ke jalan yang benar dan kemanusiaan.
*Wakil Sekretaris Jenderal PB PMII
Opini Terkait
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi