Hari Tani Nasional dan Prakarsa Desa
*Indra Sakti Lubis
Indonesia adalah bangsa agraris. Akar kebudayaan kita memantulkan secara jelas dan terang benderang. Desa/Nagari cermin terbaik ebudayaan kita.
Keadilan agraria telah dikumandangkan. Kerja bersama penting disusun supaya berjalan dalam kehendak rakyat banyak. Tidak digunting dan dilipat oleh sekelompok orang bagi dan atau atas nama keuntungan kelompok. Reforma agraria sebagai jalan mewujudkan keadilan sosial penting dipastikan untuk segera berjalan.
Pembangunan dan pemberdayaan desa/nagari/kampung/pekon perlu selaras dengan kondisi kehidupan berdesa. Kewenangan Desa yang dijelaskan dalam UU. No.6/2014 bahwa "kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa".
Asas Rekognisi dan subsidiaritas penting untuk dipahami dan dijawantahkan bersama dalam kehidupan berdesa. Baik bagi aparatur desa dan masyarakat desa. Prakarsa masyarakat yang selama puluhan tahun diabaikan -saat ini, ada di hadapan mata. Perlu dijalankan. Termasuk untuk memperbaiki tarag hidup petani.
Tahap berikutnya yang tidak kalah strategisnya dan perlu terus di dorong adalah kebijakan harga hasil pertanian semakin berpihak bagi petani. Berpuluh tahun kebijakan harga lebih berpihak bagi konsumen terutama khalayak kota. Masyarakat kota dengan akses ke media yang lebih baik begitu mudah menyuarakan "kepentingannya" atas harga pangan yang murah. Sedangkan petani (dalam derajat tertentu juga berposisi sebagai konsumen) perlu di dengar suaranya dengan aktif - mendengar langsung suara petani. Keberdayaan petani perlu terus menerus di upayakan bersama.
Selain harga, kunci lain bagi kesejahteraan petani dan masyarakat desa adalah pengolahan paska panen dan atau peningkatan nilai tambah berada ditangan koperasi petani dan Badan Usaha Milik Desa/Nagari (BUMDes/BUMNag) termasuk BUMDes/BUMNag Bersama. Bersama dalam wujudkan kemakmuran yang lebih luas dari satuan desa/nagari/kampung/pekon.
Tiga hingga empat tahun terakhir, gairah kaum muda yang berlomba-lomba kembali ke desa/nagari dalam menggarap lahan pertanian, menggarap pengolahan paska produksi bahkan hingga membangun akses penghubung antar petani dan desa/nagari dengan konsumen langsung. Bahkan dibeberapa tempat, tidak hanya kaum muda, kalangan perantau kembali ke desa untuk terlibat aktif dalam membangun ekonomi desanya. Situasi ini menarik. Diharapkan semakin membesar. Para pihak perlu saling melirik dan bergandengan tangan dalam membangun kolaborasi di tataran aksi yang membumi dan menjawab tantangan yang ada selama ini.
Masa depan petani dan desa yang lebih baik dan makmur akan mendarat dalam keseharian kita. Kedaulatan pangan nasional kita mulai dari kedaulatan pangan di tingkat desa.
Selamat Hari Tani Nasional 2018. (*)
*Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Opini Terkait
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi