Makna Setia Anggota Dewan bagi Pemilih
*Lindo Karsyah
Namun, yang menarik adalah makna setia yang dimaksud oleh Prof. Saldi berbeda benar dengan apa yang dijiwai oleh pemilih. Bagi pemilih setia itu bukan seberapa sering anggota dewan mengunjungi mereka. Bukan seberapa hebat anggota dewan itu memperjuangkan aspirasi mereka.
Setia itu maknanya transaksional bagi pemilih. Makanya tak heran, menjelang pemilihan legislatif banyak spanduk bermunculan yang isinya siap menerima serangan fajar. Siap memberikan suara kalau ada uang yang diterima orang per orang. Siap mencoblos yang bersangkutan sebanyak uang yang disepakati sesuai harga satu suara.
Jika saat penghitungan atau rekap suara, nilai uang tidak sama dengan jumlah suara, selisihnya siap dikembalikan. Begitu benar kental atmosfir transaksionalnya.
Seberapa pun pendidikan pemilih dilakukan, tetap jua belum mengikis spirit jual beli suara. Kendati dikatakan, betapa murah suara pemilih dibeli politisi. Malah lebih murah dari sebatang rokok. Nilai uang yang diterima dibagi dengan jumlah hari selama lima tahun. Maka nominalnya lebih sedikit dari Rp 50,- jika uang diterima pemilih Rp 100 ribu.
Kelebihan sistem proposional terbuka yang diterapkan belum berbanding lurus dengan kualitas pemilih. Ditambah lagi, bahwa keterpilihan seorang menjadi wakil rakyat lebih ditentukan oleh diri yang bersangkutan. Kian besar modal kapital, sosial, dan budaya, makin besar peluangnya terpilih. Siapa pun dia, tidak peduli pemilih. Karena negara atau partai tidak ikut memfilter dengan standar tertentu. Maka tak terkejut kita, kalau banyak kurenah anggota dewan yang memiriskan.
Agar makna setia anggota dewan pada pemilih tidak bermakna transaksional, pemilih mesti dicerdaskan. Jika sudah cerdas, kita tidak akan mendengar keluhan bersifat personal. Manfaat lain, anggota dewan juga tidak takut lagi berbaur dengan masyarakat. Selama ini, setiap turun, maknanya pitih keluar dari kantong sendiri. Jika tidak ada uang, berbagai umpatan akan keluar dari mulut masyarakat.
Sehingga seorang kawan yang anggota dewan itu sudah babak belur namanya disebut orang karena ia tidak mampu memenuhi keinginan orang per orang. Alamak...ngerinya jadi anggota dewan, tetapi lebih ngeri lagi jadi pemilih yang tidak cerdas. (*)
*Komisioner KPU Kabupaten Sijunjung
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi