Murni yang Dioplos Wahai Tuan!
*Lindo Karsyah
Selaras dengan di atas, Tuan dan Puan pernah mendapatkan pohon roboh di jalan raya? Pohon itu menghalangi pengendara. Kemudian, apa yang terjadi? Barangkali apa yang Tuan dan Puan alami tidak jauh berbeda yang dialami banyak orang. Akan muncul sekelompok orang yang untuk membereskan. Sangat mulia sekali. Mereka berbuat untuk kepentingan banyak orang.
Namun kesimpulan itu sontak pula hilang. Berubah seiring dengan adanya kardus penampung uang. Kardus ini lebih aktif digerakan ketimbang tangan bekerja membersihkan pohon. Pembersihan dilama-lamakan agar lebih lama kardus bisa menampung dan lebih banyak mobil terjaring. Kian banyak pula rupiah yang tertapung.
Modus Mak! Kesempitan dijadikan kesempatan. Inilah barangkali kebaikan dioplos dengan cara memeras pengguna jalan.
Kemudian pikiran saya melayang ke wilayah politik. Teritorial perebutan kekuasaan ini yang banyak dioplos dengan perilaku manipulatif. David Runciman dalam bukunya berjudul "Political Hypocrisy: The Mask of Power, from Hobbes to Orwell and Beyond" mengatakan, publik harus menerima kenyataan sikap politisi yang seringkali bersikap hipokrit. Bahkan dalam kondisi tertentu sikap hipokrit itu sangat dibutuhkan dalam dunia politik agar mekanisme politik berjalan dan tidak menemukan jalan buntu.
Inilah yang disebut orang dengan pencitraan sebagai sebuah usaha untuk menonjolkan citra terbaik di mata publik. Pencitraan itu suatu tindakan sangat berlebihan hingga tidak sesuai lagi. Substansi kecil, kemasannya besar. Lebih besar uap birnya ketimbang isinya. Sehingga unsur-unsur pencitraan, yaitu subjek pencitraan (pribadi atau nonpribadi), objek pencitraan (peristiwa atau kondisi/situasi), dan tujuan pencitraan (Memberi gambaran/persepsi yang baik terhadap subjek pencitraan), diekploitasi sedemikian rupa.
Dalam larut dengan pikiran, anakku berteriak; "Ayah...ada berita presiden memberi amplop kepada petani yang lagi asyik bekerja di sawah."
Hmm...apa pula maksud semua ini? Apakah ini tindakan kebaikan yang dioplos? Apakah kewenangan sebegitu besar hanya bisa digunakan hanya dengan memberi amplop? Apakah itu sesungguhnya dibutuhkan rakyat atau kebijakan lebih berpihak menyejahterahkan?
Entahlah...saya kembali memanen serai Tuan! (*)
*Mahasiswa Pascasarjana Unand
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir
Tanpa Perencanaan Matang, Tujuan Humas Bagai Mimpi di Siang...
Opini - 18 Mei 2024
Oleh: Yandra Mulyadi