Refleksi Hari Santri Nasional di Tengah Pandemi Covid19
*Akhmad Khambali SE MM
Sebutan santri tidak asing lagi di telinga kita. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa santri adalah seseorang yang menempuh pendidikan atau menimba ilmu di salah satu pesantren yang dipimpin langsung oleh seorang tokoh karismatik yang biasa disebut Kyai.
Kata santri berasal dari bahasa Sanskerta yaituShastriatauCantrikyang berarti seseorang yang mempelajari kitab agama Hindu. Sedangkan tempat atau pemukiman yang digunakan untuk belajar kemudian disebut dengan pe-Shastri-an atau pesantren.
Begitu pula kyai, kyai adalah nama atau istilah untuk sesuatu yang dianggap keramat atau berpengaruh. Seperti Tombak Kyai Plered merupakan sebuah pusaka milik kerajaan Mataram yang pernah digunakan oleh Dhanang Sutawijaya untuk menghadapi Arya Penangsang dalam perang tanding, sehingga Dhanang Sutawijaya keluar sebagai pemenangnya dan menduduki tahta kerajaan.
Namun seiring perjalanan waktu, istilah Kyai lebih diidentikkan dengan seorang tokoh karismatik yang menjadi pemuka agama atau pengasuh sebuah pesantren. Dalam lembaran sejarah negeri tercinta ini, santri tak pernah absen memberikan kontribusinya saat negeri ini membutuhkan walaupun pada akhirnya santri tetap dipandang sebelah mata.
Makna lain dikemukakan oleh salah satu tokoh terkemuka yaitu Gus Mus yang mengatakan bahwa santri merupakan kelompok orang yang memiliki kasih sayang pada sesama manusia dan pandai bersyukur. Ia menguraikan lebih luas mengenai makna santri dalam perspektif sosial.
Bahwa seseorang yang mencintai negaranya, sekaligus menghormati guru dan orang tuanya kendatipun keduanya telah tiada juga dikatakan santri. Oleh karena itu,tak jarang kita mendapati peringatatan satu hari dalam memperingati "Hari Santri" yang di tetapkan pada tanggal 22 Oktober.
Peran santri juga tidak terlepas dari peran sosok mulia yang disebut Kyai. Kyai, santri dan pesantren merupakan ciri khas Islam Indonesia. Sebab, kyai dengan pesantrennya, santri dengan pengetahuan, semangat dan tekadnya telah eksis di bumi persada Nusantara, bahu membahu untuk membangun negeri, bahkan mereka rela menumpahkan darahnya, menyabung nyawa dan mengorbankan hidupnya demi tegak dan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di pondok pesantren, santri diharuskanmuqimatau menetap selama beberapa kurun waktu yang telah ditentukan untuk mengkaji kitab-kitab klasik karya monumental dari para ulama terdahulu, untuk kemudian diamalkan untuk dirinya sendiri sekaligus sebagai bekal untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.
Secara tradisi, setiap menjelang bulan Ramadhan santri akan pulang ke rumah masing-masing atau yang lebih terkenal dengan istilah liburan pesantren. Momentum ini biasanya digunakan oleh para santri untuk melepas rindu dengan keluarga, orang-orang tercinta atau ngaji kitab pada kyai saat bulan Ramadhan atau yang lebih populer disebut dengan istilah Ngaji Posonan.
Namun berbeda halnya dengan liburan Ramadhan tahun ini, akibat keadaan negeri yang kurang baik karena merebaknya pandemi Covid-19 atau virus Corona, para santri tidak bisa lagi secara maksimal melaksanakan aktivitas silaturahmi dengan kerabat dan orang-orang terdekat secara maksimal, karena imbauan dari pemerintah untuk selalu menjaga jarak dengan sesama demi keselamatan bersama.
Bahkan, ngaji kitab pada saat bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi momentum bahagia bagi para santri untuk tetap menimba ilmu dan berinteraksi dengan kyai tercinta, kini sudah tidak bisa lagi dilakukan karena semua kegiatan tempat pendidikan formal maupun nonformal diberlakukan agarlockdownuntuk sementara dan harus dilakukan secara online dengan memanfaatkan kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi.
*Ketua Presidium Gema Santri Nusa
Opini Terkait
Kemenangan Kebenaran (Pelajaran Moral dari Kasus Dr Khairul...
Opini - 16 November 2024
Oleh: Zaiyardam Zubir